THE TORAJANS

General Information on Torajans

Informasi Umum tentang Orang Toraja


Toraja is associated with the people living in Tana Toraja (Toraja Land). Tana Toraja is a mountainous region of the northern part of South Sulawesi. There are several explanations why these people are called Toraja. According to Torajan themselves, the word "Toraja" means "the kings" - "raja" means king, but according to the people in the low land (the Bugenese) the word "Toraja" means "the people from high land" - "ri-aja" means from above (high land).
Toraja adalah orang-orang yang mendiami Tana Toraja. Tana Toraja adalah wilayah bergunung di bagian utara Sulawesi Selatan. Ada beberapa penjelasan mengapa mereka ini disebut Toraja. Menurut orang Toraja sendiri, kata "Toraja" berarti "raja", tetapi menurut mereka di dataran rendah (Bugis) kata "Toraja" berarti "orang dari atas" - "ri aja" berarti dari atas.

Prior to the arrival of the Dutch early 1900, the Torajans had their own religion called "aluk todolo" - the religion of the ancestors. They believed in the existence of god presiding in the middle of the sky called "Puang Matua" - The Old King. This term was later adopted by the missionaries for God. They had complex rituals to worship their god called "rambu tuka" (ascending smoke). Including in these rituals are thanks giving for bountiful harvest, matrimony, birth, becoming adolescence, entering a new house, and several others. The Christian Torajans nowadays no longer practice these rituals.
They believed in the life after death. When some one died, he/she is not considered dead until various complex rituals for the dead are performed. Prior to the completion of the rituals, he/she is considered sick (still alive), hence every day he/she is still provided food, drinks, cigar, pangngan. For this reason the Torajan treat the dead very uniquely as well with various rituals. The rituals are so complex involving a lot of people, as such from outside it looks as if it is a big feast. As such quite often people including Torajan themselves mistakenly call it "a big feast/party". Nowadays Christian Torajan no longer practice the rituals for the deceased.
Sebelum kedatangan orang-orang Belanda pada awal 1900, orang Toraja mempunyai agama sendiri yang disebut "aluk todolo" - agama nenek moyang. Mereka percaya akan keberadaan tuhan yang berada di langit yang disebut "Puang Matua" - Raja Tua. Istilah ini kemudian diadopsi oleh misionaris untuk Tuhan. Mereka mempunyai ritual yang komplek untuk menyembah tuhan yang disebut "Rmbu Tuka" (asap ke atas). Termasuk dalam ritual ini adalah syukuran untuk panen yang bagus, pernikahan, kelahiran, menjadi dewasa, memasuki rumah baru, dan lainnya. Orang Toraja Kristen tidak lagi melaksanakan ritual ini. Mereka percaya akan kehidupan sesudah kematian. Apabila seseorang meninggal dunia, dia tidak dianggap mati, hingga semua ritual kematian yang komplek dilaksanakan. Sebelum pelaksanaan ritual komplek tersebut, dia dianggap sakit (masih hidup), oleh karena itu setiap hari dia masih diberikan makanan, minuman, rokok, sirih. Ritual tersebut sangat kompleks dan melibatkan banyak orang, oleh karena itu dari luar kelihatan sebagai pesta besar. Oleh karena itu cukup sering orang-orang termasuk sejumlah orang Toraja sendiri secara salah kaprah menyebutnya "pesta besar/pesta mati". Sekarang ini orang-orang Toraja Kristen tidak lagi melaksanakan ritual orang mati seperti pada waktu yang lalu.

Kinship is valued very high among Torajans. First, second, third degree cousins are still treated as brothers or sisters. The kinship is especially shown when a family member pass away. Some one will be considered inconsiderate if he/she does not visit his/her relative, friends and colleagues who lost someone. Such kinship is still practiced by the Torajans nowadays where ever they live.
Torajan houses are very unique architecture-wise and the meaning attached to them. Every house must be position north to south, it is a big taboo to position it east-west. There were also elaborate rituals pertaining houses in the old days. The ritual begin when the first tree was cutting down for the house. There would be another ritual when the house is erected, and then another one when the last roof is put up. The final ritual will be performed when the owner enter the new house.
Other customs and traditions of Torajans will be explain in other articles.
Hubungan kekerabatan sangat dijunjung tinggi di kalangan orang Toraja. Sepupu pertama, kedua, ketiga masih dianggap sebagai saudara. Hubungan kekerabatan tersebut terutama terlihat pada saat kedukaan. Sesorang akan dianggap tidak berperasaan apabila tidak mengunjungi keluarga/kerabat/sahabat yang meninggal. Hubungan kekerabatan ini masih terus dipelihara oleh orang-orang Toraja di manapun mereka berada. 
Rumah orang Toraja mempunyai arsitektur yang sangat unik dan dengan berbagai arti yang melekat padanya. Rumah harus menghadap utara-selatan, sangat tabu bagi orang Toraja bila menghadap timur-barat. Pada masa yang lalu rumah juga mempunyai ritual yang rumit. Ritual dimulai pada saat penebangan pohon pertama yang akan digunakan. Ada lagi ritual pada saat rumah didirikan, pada saat pemasangan atap, dan beberapa ritul lainnya. Ritual terakhir dilaksanakan ketika akan memasuki rumah baru tersebut. Kebiasaan dan tradisi lain akan dijelaskan dalam artikel lainnya.

A hard working young Torajan - Kandora mountain (picture by Paulus Patandung)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar